Kehidupan Kedua Seorang yang Berilmu
إذَا مَاتَ الإنسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَو عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ, اَووَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُولَهُ
“Apabila seorang manusia meninggal maka terputuslah amalnya, kecuali tiga hal : Sedekah jariyah (yang mengalir) atau ilmu yang bermanfaat sesudahnya atau anak yang shalih yang mendo’akannya.” [1]
‘
Pada hadits yang mulia ini terdapat petunjuk atas keutamaan ilmu atas pemiliknya. Orang yang mewariskan ilmu, apakah dengan cara mengajarkannya atau membuat sebuah karya, serupa nilainya dengan sedekah-sedekah yang mengalir pahalanya. Yang kemanfaatannya terus mengalir bagi seorang ‘alim walaupun dia telah wafat. Dikarenakan sabda beliau :
‘
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
“Barang siapa yang mengajak kepada petunjuk maka ia mendapat pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikpun pahala mereka. Barang siapa yang mengajak kepada kesesatan maka ia mendapat dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikruinya tanpa mengurangi sedikitpun dosa mereka.” [2] Continue reading
Filed under: Ilmu, Tazkiyatun Nufus | Leave a comment »