Pesan- Pesan Terakhir Rasulullah shalallallahu alaihi wa sallam (Washiyyatu Muwaddi’) Bag 4

# BARANG SIAPA MENGAMBIL (AGAMA-ed) DARI SAHABAT BERARTI DIA TELAH MENGAMBIL DARI AL-QUR-AN AL-KARIM

Para Sahabat g telah mengambil (agama ini-ed) dari keempat khalifah dan para Sahabat adalah orang yang paling berantusias terhadap kebaikan.. 

Allah Subhanahu wa ta’ala sendiri benar-benar telah mempersaksikan keimanan mereka dan melarang mengikuti selain jalan mereka. 

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisaa’: 115) 

Disebutkan dalam sebuah hadits: 

“Ketahuilah, sesungguhnya ummat ahli kitab sebelum kalian telah terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan dan sesungguhnya agama ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga. Tujuh puluh dua (darinya-ed) berada di Neraka dan (hanya-ed) satu yang berada di Surga, dan ia adalah jamaah.”[34] 

Dalam sebuah riwayat disebutkan: 

 “Yaitu, apa yang aku dan para Sahabatku berada di atasnya.”[35] 

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar  radhiyallahu anhuma, dia berkata: “Janganlah kalian mencaci maki para Sahabat Muhammad Shalallallahu alihi wa sallam. Karena sesungguhnya kedudukan salah seorang dari mereka sesaat saja adalah lebih baik daripada amalan seorang dari kalian sepanjang usianya.”[36] 

Setelah kita paham bahwa para Sahabat g mengambil (agama ini-ed) dari para Khulafaur Rasyidin, maka kita dapat mengetahui bahwa mengikuti manhaj para Sahabat berarti mengikuti manhaj Khulafa-ur Rasyidin, yang juga berarti mengikuti Sunnah. Dan mengikuti as-Sunnah berarti mengikuti al-Qur-an al ‘Azhim. 

Jika kita telah mengetahui tahapan dan urutan ini, maka kita dapat mengetahui bahwa siapa saja yang mengambil (agama ini-ed) dari para Sahabat g berarti dia telah mengambilnya dari Allah Tabaroka wa ta’ala dan siapa saja yang menolak manhaj para Sahabat berarti dia telah menolak al-Quran. 

Dari sini, kita dapat memahami rahasia ke sesatan dan penyimpangan orang yang mengkafirkan para Sahabat selain tiga orang dari mereka. Na’uudzu billaah. 

Sesungguhnya engkau dapat melihat orang-orang yang telah mengkafirkan para Sahabat ridwanallahu ajmain, sebenarnya mereka adalah orang-orang yang tidak beriman kepada al-Qur-an dan as-Sunnah, sehingga mereka tidak lagi memiliki kaidah-kaidah yang benar yang akan menghukumi (mengatur-ed) diri mereka. 

Tidaklah tersesat orang-orang yang sesat dan menyimpang orang-orang yang menyimpang, melainkan karena mereka itu tidak mau terikat oleh manhaj para Salafush Shalih. Hal itu dikarenakan mereka membebaskan akal pikiran mereka dalam memahami al-Qur-an dan as-Sunnah. 

Dan karena itulah, banyak dijumpai manhajmanhaj, pemikiran-pemikiran, dakwah-dakwah, dan kelompok-kelompok, yang masing-masing mereka berkata: ‘Kami berada di atas al-Qur-an dan as-Sunnah’, namun ironisnya, mereka tidak jujur. 

dan setiap orang mengaku

memiliki hubungan dengan Laila

namun Laila sendiri tidak pernah

mengakui hal itu bagi mereka 

# APAKAH YANG DIMAKSUD ADALAH SUNNAH YANG SATU ATAUKAH DUA SUNNAH 

Sesungguhnya yang dimaksud itu adalah satu Sunnah. Hal tersebut berdasarkan sabda beliau Shalallallahu alihi walam: 

“A’dhdhuu a’laihaa binnawaajid “ 

 “Gigitlah dia dengan gigi-gigi geraham.” 

Sungguh, beliau Shalallallahu alihi wa sallam telah bersabda: “Gigitlah dia.” Dhamir (kata ganti) haa’ menunjukkan bentuk tunggal, dan beliau tidak bersabda: “Gigitlah keduanya.” Yaitu, berpedoman kepada dua Sunnah. Tetapi beliau bersabda: “Gigitlah dia.” 

Berarti hal itu adalah satu Sunnah. Karena mengamalkan Sunnah Khulafa-ur Rasyidin berarti mengamalkan Sunnah Nabi Shalallallahu alihi wa sallam. Jadi, Khulafa-ur Rasyidin itu tidak memiliki Sunnah selain dari Sunnah Nabi Shalallallahu alihi wa sallam. 

Syaikh al-Qari rohimahullah  berkata dalam kitab al-Mirqaah (I/199) mengenai sabda beliau Shalallallahu alihi wa sallam : 

“Maka, wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafa-ur Rasyidin.” 

Karena, mereka itu tidak beramal kecuali dengan Sunnah Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam. Maka penyandaran (kata Sunnah-ed) kepada mereka itu bisa jadi karena mereka mengamalkannya atau karena mereka mengambil hukum darinya dan memilih Sunnah tersebut.[37] 

• “Gigitlah dia dengan gigi-gigi geraham” 

Ini merupakan kinayah (kiasan-ed) dari sikap teguhnya berpegang kepada as-Sunnah.

Sesungguhnya hal itu adalah suatu prinsip yang benar-benar pantas dijadikan pegangan demi mewujudkan lahirnya hidayah dan terhindar dari hawa nafsu serta kesesatan. Maka, tidak ada jalan kecuali berpegang teguh kepada Sunnah Nabi Shalallallahu alihi wa sallam. dan Sunnah Khulafa-ur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk. 

Terutama ketika telah banyak dijumpai tuntunan-tuntunan dari selain Nabi Shalallallahu alihi wa sallam. dan manusia pun telah tenggelam kedalam hawa nafsu dan nafsu syahwat. Sudah menjadi suatu keharusan tentunya untuk mencurahkan segala upaya dalam berpegang teguh kepada as-Sunnah, karena (bila tidak demikian-ed) dikhawatirkan Sunnah tersebut akan hilang dan seseorang akan tersesat. 

 Kesungguhan tersebut harus lebih kuat daripada perhatian orangorang yang berada di gurun-gurun pasir dan sahara terhadap minuman dan makanan mereka. Karena, di balik minuman dan makanan tersebut terdapat kehidupan bagi badan, sedangkan di dalam Sunnah terdapat kehidupan bagi hati. 

• “Hindarilah perkara-perkara yang diadaadakan” 

Nabi Shalallallahu alihi wa sallam tidak berhenti hanya sampai kepada perintah untuk mengikuti Sunnahnya dan Sunnah Khulafa-ur Rasyidin, namun Nabi Shalallallahu alihi wa sallam juga melarang dari perkara-perkara yang diada-adakan. 

Karena menghidupkan perkara-perkara yang diada-adakan dan bid’ah-bid’ah berarti mematikan Sunnah, dan tidaklah suatu bid’ah diciptakan melainkan ada satu Sunnah yang mati. Na’uudzu billaah.

 Bisa jadi kata muhdatsaat menunjukkan sesuatu yang baru, dan jiwa-jiwa manusia itu selalu dihiasi (tergoda) oleh setiap sesuatu yang baru. Sedangkan, kenikmatan dalam beragama itu terletak pada berpegang teguh kepada sesuatu yang masih asli, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud rodhiyallahu anhu: “Ikutilah dan janganlah kalian membuat bid’ah. Sungguh, kalian telah dicukupkan olehnya, dan wajib atas kalian untuk berpegang teguh kepada sesuatu yang masih asli.” 

Diriwayatkan dengan shahih dari Ibnu Mas’ud rodhiyallahu anhu secara mauquf (namun ia dihukumi marfu’ )[38], dari Nabi Shalallallahu alihi wa sallam bahwa beliau bersabda: 

“Bagaimana dengan kalian, jika kalian tertimpa suatu fitnah, yang di tengah-tengah fitnah tersebut orang dewasa menjadi tua, anak kecil menjadi tumbuh besar, dan manusia menjadikannya sebagai Sunnah. Jika ada sedikit saja darinya yang ditinggalkan orang, maka akan dikatakan: ‘Sunnah telah ditinggalkan!?’ 

Mereka bertanya: “Kapan hal itu terjadi?” Ibnu Mas’ud menjawab: “Ketika ulama-ulama kalian telah pergi, orang-orang yang membaca (al-Quran) dari kalian jumlahnya banyak, namun ulama kalian sedikit jumlahnya. Para pemimpin kalian cukup banyak, namun orang-orang jujur dari kalian sedikit jumlahnya. Kehidupan dunia dicari dengan amalan akhirat dan ilmu dipelajari untuk selain kepentingan agama.”[39] 

Semoga Allah meridhai Hudzaifah rodhiyallahu anhu, pemegang rahasia Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam. Dia berkata: “Setiap ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh para Sahabat Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam, maka janganlah kalian lakukan.” 

Semoga Allah pun merahmati seorang Tabi’in besar, Hassan bin ‘Athiyyah al-Muharibi.

Dia berkata: “Tidaklah suatu kaum membuat satu bid’ah dalam agama mereka melainkan Allah akan mencabut satu hal yang sama dari Sunnah mereka, kemudian Dia tidak akan mengembalikan Sunnah tersebut kepada mereka hingga hari Kiamat.”[40] 

# BAGAIMANA SIKAP KITA TERHADAP BID’AH KETIKA PERSELISIHAN TELAH BANYAK TERJADI DAN MEMBESAR?

Pertanyaan ini dijawab oleh banyak da’i, mereka berkata: “Biarkanlah hal itu terjadi, karena sekarang bukanlah waktunya (untuk berbicara).” Bahkan mereka berkata: “Berbicara tentang bid’ah dapat memecah belah kaum Muslimin.” 

Sedangkan, Rasulullah  Shalallallahu alihi wa sallam telah berwasiat kepada kita bahwa ketika kita diuji dengan banyaknya perselisihan, maka kita harus menjauhi hal-hal bid’ah, dengan sabda beliau: 

“Sesungguhnya barang siapa dari kalian masih hidup (sesudahku), niscaya akan melihat adanya banyak perselisihan … hindarilah perkara-perkara yang diada-adakan.” 

Apakah diperbolehkan berijtihad (pada suatu permasalahan-ed) di saat terdapat teks-teks

syariat yang jelas dan tidak mengandung penafsiran lain tentangnya? padahal mereka melarang (orang lain) melakukannya dan mereka sendiri menjauhkan diri daripadanya berdasarkan klaim mereka bahwa membicarakan permasalahan bid’ah dapat memecah belah kaum Muslimin?

Kalau begitu, jangan lupa semoga Allah merahmatimu bahwa Nabi  Shalallallahu alihi wa sallam telah menjadikan sikap menghindari hal-hal bid’ah sebagai salah satu urusan yang sangat penting dalam wasiat lengkap beliau yang bermanfaat bagi ummatnya dan beliau sangat perhatian terhadap kemaslahatan mereka di dalam wasiat tersebut. Bid’ah itu sendiri memiliki berbagai macam bentuk dan warna. Ada bid’ah dalam masalah aqidah, tauhid, ibadah, dan akhlak. Lalu, dari bid’ah yang manakah kiranya kita dapat memejamkan mata dan membuat hati kita pura-pura tidak tahu? Apakah dari bid’ah dalam hal aqidah? Padahal tidak diragukan lagi bahwa pemurnian aqidah itu lebih didahulukan atas semua urusan, karena sesungguhnya kita tidak memerangi orang-orang kafir dan orang-orang Atheis melainkan karena rusak dan hampanya aqidah mereka (dari kebenaran-ed). Ataukah dari bid’ah-bid’ah ibadah padahal Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam bersabda: 

 “Dan setiap bid’ah adalah sesat.” 

Apakah kita akan mengumpulkan ummat ini dalam kesesatan, padahal Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam telah bersabda: 

 “Sesungguhnya Allah melindungi ummatku dari bersepakat atas kesesatan.”[41] 

Sesungguhnya ketidak patuhan manusia kepada perintah-perintah Allah Azza wa jalla  akan menyebabkan murka-Nya. Seandainya seorang prajurit tidak patuh kepada komandannya yang sangat kuat, pastilah komandan ini akan melakukan beberapa tindakan tegas terhadapnya. Lalu bagaimana kita meminta ridha, rahmat, dan pertolongan Allah sementara kita selalu durhaka kepada-Nya. 

Bagaimana kita menanti-nanti persatuankaum Muslimin, dan mengharapkan kekuatan mereka, sementara kita berkutat pada bid’ah dan kesesatan, sedangkan Allah Tabaroka wa Ta’ala  berfirman: 

إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

“… Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri …” (QS. Ar-Ra’d: 11) 

Sesungguhnya keberadaan bid’ah akan melenyapkan Sunnah-Sunnah Nabi, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Lalu, apakah dengan adanya bid’ah dan kesesatan dan hilangnya Sunnah- Sunnah Nabi ummat manusia akan bersatu? 

Sungguh ini adalah sesuatu yang sangat mengherankan. 

• “Karena setiap bid’ah adalah sesat”

 Rasulullah Shalallallahu alihi wa sallam telah menjelaskan bahwa perkara-perkara yang diada-adakan dan bid’ah (dalam agama-ed) adalah jalan kesesatan dan merupakan salah satu bencana akibat meninggalkan Sunnah yang telah beliau wasiatkan, sebagaimana yang menimpa Bani Israil. Ketika mereka binasa, mereka lebih gemar kepada cerita-cerita dan meninggalkan beramal sesuai dengan tuntunan agama mereka, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits: 

“Sesungguhnya tatkala Bani Israil binasa, mereka bercerita.[42]”[43]

Bersambung…

Foot Note :

34) HR. Abu Dawud, ad-Darimi, Ahmad, dan lainnya. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 204).

35) Hasan berikut jalur-jalurnya dan hadits-hadits penguatnya. Rinciannya terdapat dalam kitab Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 203, 204).

36)  Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitaabus Sunnah. Para perawi sanadnya adalah orang-orang tsiqah, yaitu para perawi al-Bukhari dan Muslim, kecuali Nasiir

bin Dza’luuq yang telah dianggap tsiqah oleh sejumlah imam dan telah meriwayatkan darinya sejumlah orangorang tsiqah, sebagaimana hal itu disebutkan oleh guru kami rohimahullah  dalam kitab yang tadi telah disebutkan, (no.1006) pada tahqiiq kedua, dan dalam kitabnya, Taisiir Intifaa’ul Khallaan bi Kitaab Tsiqaat Ibni Hibban.

37)  Hal ini telah disebutkan darinya oleh guru kami, al-Albani rohimahullah dalam kitab Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (IV/361, no. 1761).

38)  Demikian yang dikatakan oleh guru kami rohimahullah, sebagaimana yang insya Allah akan dijelaskan kemudian.

39) HR. Ad-Darimi (I/64) dengan dua sanad, salah satunya shahih dan yang lainnya hasan. Al-Hakim (IV/514) dan lainnya. Lihat: Qiyaam Ramadhaan, karya guru kami,

al-Albani rohimahullah.

40)  HR. Ad-Darimi dan sanadnya shahih, sebagaimana dikatakan oleh guru kami rohimahullah dalam kitab al-Misykaah (hlm. 188) dan beliau berkata: “Dan pernyataan ini diriwayatkan dari ucapan Abu Hurairah rodhiyallahu anhu yang diriwayat kan oleh Abul ‘Abbas al-Asham dalam Hadits-nya.”

41) Hasan dengan seluruh jalur-jalurnya. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Ashim dalam kitab as-Sunnah melalui be berapa jalur (no. 82, 83, 84) yang di-tahqiq oleh guru kami rohimahullah .Juga diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan oleh lain nya. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1331) dan Silsilatul Ahaadiits adh-Dha’iifah wal Maudhuu’ah pada komentar atas hadits (no. 1510).

42)  Disebutkan dalam kitab an-Nihaayah: Maksudnya, mereka bergantung kepada ucapan dan meninggalkan beramal, hal itulah yang menjadi sebab kebinasaan mereka. Atau sebaliknya, tatkala mereka binasa karena me ninggalkan beramal, mereka gemar kepada cerita-cerita. Guru kami rohimahullah berkata: “Dan aku katakan: Mungkin saja

dikatakan bahwa penyebab kebinasaan mereka adalah perhatian para penceramah mereka terhadap cerita-cerita dan hikayat-hikayat, bukan kepada pemahaman agama dan ilmu yang bermanfaat yang dapat mengenalkan ummat manusia kepada agama mereka, sehingga hal itu akan mendorong mereka untuk melakukan amal shalih. Dan tatkala mereka melakukan hal itu, maka mereka pun binasa. Inilah kondisi kebanyakan tukang cerita pada zaman kita sekarang ini yang sebagian besar pembicaraan nasihat mereka adalah seputar riwayat-riwayat Isra’iliyyat, tentang kelembutan hati dan hal-hal yang bersifat sufistik. Semoga Allah memberi kita keselamatan.

43) HR. Ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabiir, Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyaa’ dan lainnya. Hadits ini terdapat dalam Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no.1681).

 Sumber : Pesan- Pesan  Terakhir Rasulullah shalallallahu alaihi wa sallam  (Washiyyatu Muwaddi’) karya Syaikh Husain bin ’Audah al-’Awayisyah Penerbit Pustaka Imam asy-Syafi’i.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: